November 24, 2014

Agar Nasehat Bekerja Dahsyat Pada Anak

Sabtu, 22 Nopember 2014 berkesempatan hadir di acara parenting di sekolah anak bungsuku. Kebetulan juga dia dan beberapa temannya dipilih oleh Ustadzah Diah dan Ustadzah Isti (wali kelasnya) untuk mendemokan hafalan surat pendek dan beberapa do'a pada pembukaan acara tersebut yg mengusung tema "Agar Nasehat Bekerja Dahsyat Pada Anak".

Ustadzah Ana yang membawakan tema tersebut mampu memaparkan dengan cukup terstruktur, tajam dan menarik disertai dalil Al Qur'an & hadits sahih. Paparan diawali dengan renungan - ini salah satunya "Anakku...kadang aku merasa repot saat kau ingin ikut serta pergi denganku, padahal akan tiba saatnya kau tak mau lagi kuajak pergi walau sudah kubujuk rayu" .

Renungan yg intinya mengingatkan kita bhw sebenarnya kita atau ortu-lah yg membutuhkan anak-anak kita. Jadi jangan merasa terbebani dg kerepotan mengasuh dan merawat mereka terutama pada masa 'emas' pendampingan terhadap mereka yg sebenarnya cukup singkat, karena ada saatnya kita akan 'rindu' dengan rengekan dan ketergantungan mereka.

Berikut rangkuman paparan beliau :
  • An Nisa 9 dan  Al Kahfi 46: kita harus merasa kuatir/takut untuk meninggalkan generasi yang lemah : (1) lemah akidah,  (2) lemah ibadah (3) lemah ahlaq (4) lemah harta. Tiga poin pertama yg seharusnya menjadi prioritas utama kita dalam menyiapkan bekal untuk anak-anak, bukan poin yg keempat - jadi janganlah bekal harta yg menjadi kekuatiran terbesar kita.
  • Pemberian terbaik dari ayah untuk anaknya adalah ahlaq yg baik (bukan hanya nafkah) - HR Tirmidzi. 
  • Potret penting agar nasehat kita bekerja dahsyat pada anak : Luqman al Hakim dalam Al Qur'an (Luqman 12-13) - seorang manusia biasa dengan teladan dan nasehat buat anaknya yg luar biasa- tutur katanya penuh hikmah dan rasa syukur.
  • Hikmah = pemahaman yg baik thd masalah yg dihadapi, ilmu dan tutur kata yg baik
  • Nasehati anak sesuai porsi dan fokus pada masalahnya, tidak panjang lebar, dan jangan terlalu mengumbar nasehat serta mengumbar kesalahannya. Menurut beliau, anak TK hanya mampu menerima nasehat yg singkat - max 15 kata, jadi nasehatilah mereka jika melakukan kesalahan dengan singkat dan fokus pd masalah saat itu.
  • Cara-cara lainnya adalah dengan bercerita singkat, memberi contoh/teladan, menggambar (misal menggambar monyet sedang makan dengan tangan kiri - agar anak kita tidak mencontohnya), gunakan bahasa tubuh yg selaras dan mendukung pada saat memberi nasehat, beri nasehat sambil bermain, dan jalankan konsekuensi dari nasehat yg kita berikan.
  • Tidak mengapa menasehati anak dengan kalimat 'larangan' , jika itu merupakan hal yg prinsip atau dapat membahayakan anak. Jangan terkecoh dgn anjuran ini : hindari pemakaian kalimat melarang atau biarkan anak mencoba semua hal yg diinginkan dengan alasan eksplorasi atau alasan lainnya.
  • Jadilah 'model' yg baik untuk anak-anak kita, agar mereka mempunyai figur yg baik untuk dicontoh/diteladani, jangan hanya memasrahkan hal tersebut pada guru-gurunya. Sehingga nasehat kita 'masuk' ke otak mereka, bukan hanya nasehat gurunya.
  • Upayakan anak sering melihat kebiasaan baik kita di rumah, misal sholat berjama'ah dan tepat waktu, bangun untuk sholat malam, makan dan minum sambil duduk dan menggunakan tangan kanan, mengucapkan kalimat toyyib (ungkapan syukur, takjub dan istighfar), dan hal baik lainnya. Dengan harapan semua itu dapat terus terekam di alam bawah sadarnya dan menuntunnya untuk melakukan hal yg sama kelak.
  • Manfaatkan tiga momen yg tepat untuk menasehati anak yaitu : saat bepergian, saat makan bersama (sekaligus memberi contoh adab makan sesuai sunnah), dan saat anak sakit.
  • Selalu tanamkan pd diri kita bhw saat kita berproses menjalankan fungsi sebagai ortu sebaik mungkin sesuai Qur'an dan sunnah akan selalu dinilai oleh Allah Ta'ala.
Semoga bermanfaat... sebagai nasehat untuk diri sendiri, keluargaku dan pembaca.
Terima kasih Ustadzah Ana, terima kasih Ibu Kasek. TK Insan Kamil dan semua gurunya serta tak lupa juga terima kasih pada Ibu Ketua Komite dan semua anggotanya yg telah mewujudkan acara tersebut dan banyak acara sosial/parenting lainnya (maafkan saya yg kurang aktif). Jazakumullahu khoiron katsiro..



November 10, 2014

Tentang KKNI, SKPI dan RPL

Kamis minggu lalu berkesempatan hadiri sosialisasi KKNI, SKPI dan RPL di kantor Kopertis Wil 7. Pemateri utamanya adalah ibu Megawati Santoso - dosen ITB yg juga anggota Tim KKNI DIKTI. Sesuai Permendikbud no. 81 Tahun 2014, setiap perguruan tinggi wajib membekali tiap lulusannya dengan dua 'kertas' yaitu Ijazah dan SKPI, dan dapat ditambah RPL jika diperlukan

Apa definisi KKNI, SKPI dan RPL? Serta bagaimana kaitannya? Adakah kurikulum berbasis KKNI? Silahkan simak poin-poin berikut ini yang coba kurangkum berdasarkan pemaparan pemateri dan referensi lainnya. Rangkuman tersebut sekaligus juga untuk 'meluruskan' pemahamanku tentang KKNI yg mungkin keliru sebelumnya (baca bahasan pembuatan kurikulum-nya di sini)  :
  • KKNI = Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia = Indonesian Qualification Framework (IQF), tidak menuntut revisi atau perombakan kurikulum, jadi istilah penyusunan kurikulum berbasis KKNI dirasa kurang tepat. Yang ada adalah istilah KPT = Kurikulum Perguruan Tinggi, sehingga kurikulum boleh disusun berbasis kompetensi (KBK) atau yg lain, asalkan ada deskripsi profil lulusan dan capaian pembelajaran yang akan dicapai oleh prodi ybs. 
  • Capaian pembelajaran (CP) atau learning outcomes adalah sesuatu yg dimiliki oleh lulusan setelah menyelesaikan seluruh proses pembelajaran.
  • Capaian pembelajaran dirumuskan hanya untuk setiap prodi, bukan untuk setiap mata kuliah. 
  • Tidak ada atau belum ada standar baku dalam merumuskan profil lulusan dan CP kemudian menurunkannya sampai dihasilkan sebuah kurikulum (ada beberapa alternatif perumusan). 
  • Review KPT yg berjalan, cek apakah profil lulusan dan CP nya sudah sesuai KKNI (tidak harus merombak). Cek juga apakah ada iptek terbaru / trend job baru terkait kompetensi prodi dgn cara browsing atau cara lainnya. jika diperlukan dapat menghapus / mengganti mata kuliah dalam kurikulum yg sedang berjalan (at least dapatkan demo atau gambaran atau teori ttg hal baru tsb)
  • KKNI / IQF berfungsi untuk menyetarakan standar kompetensi lulusan sekaligus untuk meningkatkan akuntabilitas lembaga pendidikan (otonomi memang merupakan hakekat perguruan tinggi, tapi otonomi tanpa akuntabilitas =  anarkis, begitu menurut beliau)
  • KKNI meliputi sikap & tata nilai, pengetahuan, kemampuan kerja, serta tanggung jawab & wewenang (umumnya perguruan tinggi di negara maju tidak mencantumkan sikap & tata nilai dalam CP nya, karena sudah 'embedded' dalam diri lulusannya - sudah menjadi karakter yg tertanam sejak kecil)
  • Dengan menyelenggarakan pendidikan yang dapat menghasilkan profil lulusan sesuai level KKNI, berarti kita telah bertanggung jawab terhadap akuntabilitas lulusan kita sekaligus membantu mereka dapat bersaing dengan lulusan luar negeri. Karena setiap level dalam KKNI sudah disesuaikan dengan standar Internasional (ISCED = the Int'l Standard Classification of Education).
  • Saat ini DIKTI masih menerima dan menunggu masukan dari semua PT terkait perumusan CP prodi (sementara ada 75 CP prodi yg telah dirumuskan), khususnya prodi dengan ilmu dan kompetensi khusus misal keperawatan, pelayaran, dll
  • SKPI = Surat Keterangan Pendamping Ijazah = Diploma Supplement ; sesuai Permendikbud terbaru (no.81 tahun 2014) SKPI wajib dibuat dan diserahkan pada lulusan selain ijazah
  • SKPI  berisi antara lain identitas lulusan dan prodi, CP prodi (sehingga berupa uraian, bukan angka-angka), dan informasi tambahan tentang lulusan (prestasi, sertifikasi keahlian, keikutsertaan dlm organisasi, pengalaman magang/OJT,dll).
  • SKPI diterbitkan sekali dlm bhs Indonesia dan bhs Inggris, dicetak di atas kertas khusus (barcode/hologram), tidak dapat dilegalisir, dan tidak mencantumkan akreditasi krn akreditasi sifatnya dinamik/bisa berubah (update-nya bisa dilihat di website resminya BAN-PT).
  • SKPI dapat membantu lulusan lebih mudah memperoleh pekerjaan, krn pihak perekrut dpt melihat informasi lebih detil ttg 'kompetensi' lulusan dan memahami nomenklatur prodi serta tidak terpengaruh embel-embel hasil akreditasi prodi (yg notabene bukan merupakan 'dosa' mahasiswa / lulusan).
  • RPL = Rekognisi Pembelajaran Lampau = Recognition of Prior Learning, adalah proses pengakuan atas capaian pembelajaran seseorang yang dilakukan secara otodidak dari pengalaman atau lainnya. Misal RPL untuk tenaga kesehatan lingkungan, pelayar, atau untuk merekognisi tenaga ahli yang langka di bidang medis atau lainnya. 
  • RPL membantu membuka kesempatan lintas jalur untuk melanjutkan ke pendidikan formal atau kualifikasi yang memiliki penghargaan di DUDI (dunia usaha dan dunia industri). 
  • RPL membuat capaian pembelajaran pendidikan non formal dan informal dapat terlihat, sehingga dapat dilegitimasi dan diakui pada kualifikasi yang sesuai (KKNI)
  • Sesuai kutipan dari sebuah artikel yg dimuat di http://poltekkesmanado.ac.id/, secara umum strategi Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) bertujuan untuk mendukung program pembelajaran sepanjang hayat (lifelong learning), dan secara spesifik bertujuan untuk meningkatkan jumlah angkatan kerja terdidik dan memberikan kesempatan belajar yang lebih luas bagi anggota masyarakat yang berpengalaman untuk memasuki perguruan tinggi (tanpa pembatasan umur peserta didik) melalui akselerasi dan efisiensi proses pendidikan serta peningkatan fleksibilitas prosedur penerimaan mahasiswa (multi entry multi exit). 
  • Penting : PT yang akan menerbitkan RPL harus memperoleh ijin terlebih dahulu dari lembaga terkait (Diknas/Dikbud/DIKTI) !
Selain paparan di atas, ada hal menarik lainnya berupa guyonan pemateri yg cukup menggelitik, yaitu ttg fenomena konsultan di negara kita yg kurang dihargai shg diplesetkan menjadi 'koncone wong kesulitan', guyonan bu Megawati Santoso bahwa dirinya bukanlah ketua PDI-P tetapi ketua 'partai dosen Indonesia penuh perjuangan', dan pesan beliau agar para dosen dapat meraih gelar Doktor yg 'beneran' shg gelar Ph.D nya tidak diplesetkan menjadi 'poor hungry n dirty' .... he he.. ada-ada saja bu Mega :)